Hujan sangat lebat mengguyur Jakarta. Jarak pandang tidak lebih dari lima meter. Jalan salemba raya macet total. Jangankan mobil, sepeda motor pun yang biasanya lincah berkelit dibuat mati kutu. Tak ada sedikitpun celah untuk meliuk.
Dalam kesepian ditengah keramaian, telpon berdering. Segera kuangkat, dan seperti biasa, suara menyejukkan dari ujung sana. Seperti biasa, “uluk salam” anakku selalu mengawali pembicaraan.
“Walaikumsalam nduk, Kiky sedang ngapain ?” Kemudian dijawab, “kiky sedang maem pak, maem sama ibu. Maem sama sosis, tapi sosisnya dua, tapi kiky maem semua.” Dia mencoba menjelaskan. Dan tentu saja aku sangat memahami apa maksudnya, entah jika yang mendengar orang lain.
“Pak, giginya Kiki lepas. Tapi yang lepas satu. Tapi yang lepas yang bawah pak…” dia bercerita.
“Oh iya nduk ? lepas ya ?” Terus gigi yang lepas dimana ?
Gigi yang lepas disimpan ibu. Tapi kikinya mau giginya disimpan di museum aja. Tapi giginya mau ditaruh di dekatnya tulang dinosaurus.