Beberapa hari yang lalu saya menerima sebuah pesan lewat email. Dikirim oleh seseorang yang mengaku bernama Piet. Firasatku mengakan bahwa email ini dikirim setelah ia membaca beberapa coretan di blog ini.
Menurut saya, apa yang dituturkannya sangat menarik. Saya mencoba membalas dan berinteraksi. Mengungkapkan keingin saya mengedit tulisannya, sekaligus untuk berbagi dengan sahabat blogger. Namun, hingga hari ini, ternyata email yang saya kirim belum juga mendapat balasan.
Dengan segala hormat dan kerendahan hati, lewat tulisan ini saya ingin mengucapkan terimakasih, sekaligus mohon ijin untuk mengedit dan menyebarkannya. Tiada maksud lain dari tulisan ini kecuali mencoba berbuat yang tebaik buat anak negeri. Buat masa depan seluruh anak bangsa. Semoga….
Coretan berikut ini adalah kisahnya. Semoga bermanfaat bagi saya sendiri dan sahabat blogger yang lain.
Cerita ini berasal dari pengalamanku pribadi. Sewaktu memeriksakan anak ke “posyandu”. Dalam buku panduan yang diberikan, terjadwal sangat rinci, umur berapa aku wajib menimbang dan berkonsultasi berkenaan dengan tumbuh kembang anak.
Seingatku, sewaktu pemeriksaan di usianya 4 bulan, aku mendapatkan pembagian sebuah buku bergambar. Tulisannya sedikit, namun penuh gambar lucu dan berwarna warni.
Seorang relawan menyarankanku untuk mulai mengenalkan buku (bahan bacaan) pada anak sedini mungkin. “Bu…, walau mungkin bayi ini masih “plonga plongo” tidak mengerti, tidak masalah. Kenalkan saja setiap hari,” begitu kata katanya yang masih kuingat.
Setiap hari, aku sempatkan waktu untuk membacakan buku bergambar itu. Walau hanya memiliki sebuah buku saja, namun tetap membacakannya setiap hari.
Seperti dugaan semula. Bahwa anakku tidak menaruh perhatian sama sekali. Namun, tetap membacakannya dan mencoba tidak patah arang. Semangatku tetap bergelora, untuk mengenalkan anak pada buku bacaan semenjak dini.
Entah semenjak kapan, aku tak ingat. Yang jelas, pada kesekian kalinya, bayiku mulai memperhatikan dan sedikit antusias. Ia mulai tertarik pada gambar gambar, saat kubuka lembar demi selembar.
“Anakku mulai tertarik pada gambar,” gumamku dalam hati. Ada perasaan haru dan bangga. Bercampur aduk, bergemuruh dalam hati.
Pernah suatu kali ia menarik halaman buku yang kupegang. “…kreeekk..,” suara lembaran buku robek kudengar. Dengan penuh sukacita aku maknai itu sebaik “moment of truth” dari jalan yang telah aku pilih.
Air mataku mulai menetes. Kudekap erat ia. Kucium dengan segenap ketulusan cinta. Kebahagiaanku tumpah. Kebahagiaan yang tiada terlukis dengan kata kata. “Sungguh…., laksana di syurga, menyaksikan buah hati yang ada di gendonganku mulai tertarik pd buku.”
Saat membiarkannya main sendiri, setelah bosan dengan aneka rupa mainan, ia akan bergerilya ke rak buku. Menarik dan memberantakkan seluruh koleksi paling berharga yang kumiliki.
Akhirnya, dengan uang tabungan yang ada. Aku membelikannya buku bergambar yang lebih bagus. Penuh warna, bergambar dan sedikit tulisan cerita singkat.
Dari raut wajah polosnya, tampaknya bayiku suka dengan gambar gambar lucu. Bercerita tentang anak ayam dan anak burung puyuh main petak umpet. Sangking sukanya, sering kulihat ia membolak balik sendiri saat bermain. Dan tentu saja, buku itu robek robek dg sukses. Dan aku harus merogoh kocek lebih dalam, karena harus membeli buku sejenis dua kali.
Waktu berlalu ternyata begitu cepat. Tak disangka, yang kuingat bahwa anakku sudah gemar membaca saat berumur 4 tahun. Padahal aku tak pernah mengajarkannya membaca. Mengirim ke sekolah TK atau PAUD pun tidak.
Apakah anakku selalu menyimak setiap kata yang kubaca ? Apakah ia belajar saat aku mendongengkannya ?
Yang membuatku kaget sekaligus kagum adalah, ternyata ia mempu menbaca huruf huruf hiragana. Padahal saya sendiri baru belajar, dan belum lancar membacanya.
Semenjak dia berhasil membaca satu buku bergambar, minat bacanya semakin bergelora. Bagai air bah yang tak berhenti mengalir, tidak terbendung lagi. Kini, anakku jauh lebih canggih dalam membaca. Huruf hiragana telah dikuasainya sebelum masuk TK.
Di Jepang, anak TK tidak pernah diajarkan membaca. Anak anak dikenalkan JAM dengan cara bermain. Setelah duduk di bangku SD, anak anak baru diajarkan pengenalan huruf hiragana dan katakana.
Semenjak mampu membaca, dia lebih suka melakukannya sendiri. Tidak mau lagi dibacakan. Mungkin karena lebih cepat dari saya. Baginya, tiada hari tanpa dilalui dengan membaca.
Kini anakku sudah kls 3 SD. Sepulang sekolah, sambil mengunyah snack atau istirahat, selalu ada buku di tangannya. Ia sangat suka membaca ensiklopedi tentang sejarah dinosaurus. Aneka ilmu pengetahuan yangg dikemas dalam bentuk komik sangat digemari anak anak di Jepang.
Sobat blogger…., itulah penuturan sahabat kita dari Jepang. Bagaimana dengan kita di Indonesia ?
.
Butuh jasa cargo murah ? www.csmcargo,com
wah… salut.
cuma pernah denger kalau umur balita jangan diajarin membaca. berbeda dengan cerita di atas donk yah
anak balita jangan disuruh belajar, namun diajak bermain. mengenalkan huruf2 dengan bermain mungkin pas.
Setuju banget mas kalo anak-anak mah jangan disuruh belajar, tapi diajak bermain. 🙂
siepp s7….
http://cicaakcerdas.wordpress.com/2013/11/19/launching-moge-baru-yamaha-di-indonesia-ternyata-bakal-dihadiri-oleh-jorge-lorenzo/
asiik…. dpt dukungan. terimakasih.
tapi bisa jadi anaknya sendiri yang kepengen belajar baca kan, ya? ya mungkin karena dari kecil udah dibiasain sama buku tadi 🙂
anak akan selalu menirukan siapa yg mengasuh. Saat pengaduh momong sambil membaca, bida dipastikan anak akan tumbuh sbg anak yang gemar mmmbaca.
Asal lingkungannya mendukung ya, mas. Seingat saya dulu saya juga suka baca karena ayah saya suka baca koran gitu
Menurut saya, lingkungan tak akan berpengaruh terlalu besar jika karakter sudah terbentuk di usia emas anak.
Gitu ya, mas. Berarti minat itu bisa diarahkan sejak kecil dong ya?
pasti. Minat secara sadar atau tidak sebenarnya ditularkan orang tua pada anak.
Jadi inget film Tarazamenpaar
film tentang apa ya ?