Pagi ini kuawali kehidupan seperti biasanya, seperti hari hari kemarin. Bersepeda berdua dengan putri kecilku, yang memang mengasyikkan. Hampir hampir ini menjadi kebiasaan kami setiap hari.
Hanya untuk sekedar “dede” (berjemur matahari pagi), melihat kucing liar berkejaran, menanti kereta api lewat serta mengamati burung gereja di taman. Hal yang tak pernah lupa dilakukan adalah memetik bunga melati di rumah tetangga atau memetik bunga liar di taman kompleks. Anakku sanagat suka melakukan itu hanya untuk sekedar oleh oleh buat ibunya.
Belum lama kami kayuh sepeda jengki putih itu, kurasakan ada yang tidak nyaman. Aku berhenti dan amati satu persatu dari atas sadel. Dari stang, rantai, jeruji dan terakhir ban. “Wah…. bane kempes nduk”, begitu kata spontan terucap. Tentu saja Kiky tidak menjawab, karena memang ia tak faham kata kata itu.
“Ayuk kita ke Om Si Lae”, aku lanjutkan berbicara padanya. Namun tetap saja dia diam seribu bahasa.
Tak berapa lama sampailah kami ke tempatnya Si Lae. Saya tidak tahu nama lengkapnya. Orang orang di sini memanggilnya dengan sebutan “Si Lae”, tampaknya ia enjoy saja dengan sapaan tersebut.
“Lae, banku gembes, tolong tambah angin yah ?”.
Dia bangkit dari tempat duduknya tanpa sepatah kata dan menghampiri. Bukannya nambah angin, eh Si Lae malah mendekati Kiky, membelai rambut dan mencium pipiya. Aku hanya mengamati dari atas sepeda dan tersenyum melihat kelakuan Si Lae ini.
Lae : sudah maem belum ?
Kiky : dah um
Lar : maem pakai apa ?
Kiky : ian lele
Lae : Berapa ?
Kiky : dua
Setelah selesai bicara, barulah Si Lae bergegas mengambil selang pompa dan segera menambah angin ban sepeda. “lae, sekalian yang depan yah ?”, begitu tambahku.
Dengan cekatannya dia tambah angin kedua ban sepeda. Tak sampai dua menit, kerjaan kelar. Aku ambil uang di saku celana, ada tiga lembar uang kertas. Selembar dua puluh ribuan, selembar dua ribuan dan selembar lagi seribuan.
Aku sodorin dua lembar uang kertas, masing masing uang kertas dua ribuan dan seribuan. Sambil tersenyum dia ambil uang yang seribuan, sementara yang selembaran dua ribuan dia tidak mau ambil.
“Ini lae semua saja”, kataku. Kemudian ia jawab, “ora mbang, kakean, Ini ‘ae”, katanya dengan bahasa jawa dengan aksen batak yang sangat kental.
.
.
Butuh jasa cargo murah ? via twitter @csmcargo
hahahaha pasti kocak jadinya :p
yang mana yang kocak ? bahasa jawa aksen batak yah ?
wow…………kaka senang?
senang bangeet…… banyak teman banyak rejeki kan ?
Hmmm, tukang tambal ban yang hati dan tidak sombong 🙂
betul, banyak sahabat, banyak saudara berbeda ras dan agama menyenangkan.
larass juga suka ngambil bunga melati punya tetangga hehe
gak papa, asal gak satu truk
pengennya sih satu pohonnya hehe
satu truk kembang melati ? 😛
sekalian se rumahnya, hehe
satu truk kembang melati dicampur pucuk teh jadinya teh Wasgitel (wangi melati, panas, legi dan kenthel). Hmmm….. nikmaat.
begitu baiknya si Lae pasti banyak orang yang suka sama Lae karena kebaikannya
betul, si lae emang oye.
kirain yang dikasihin yang 20 ribuan 😀
dua ribuan aja dia nggak mau, apalagi dua puluh ribuan.
heheee..
saya kebayang logatnya ora Bang ini ae…. hehehe
Batak ini kalau natalan selalu ngajak makan makan. Enak yah ?
baik hati tukang tambal bannya Mas. Lae panggilan untuk anak cowok batak kan ya mas?
betul dia orang batak, tukang tambal ban dekat rumah.